Rumah Masa Kecil Sukarno, Mantan Presiden RI ke-1
Presiden pertama RI, Sukarno, dikenal selalu berpindah-pindah tempat karena pendidikan, aktivitas berpolitiknya, hingga akibat diasingkan pemerintah Belanda. Namun yang pasti, ia menghabiskan masa kecil di Surabaya, Jawa Timur, tepatnya tinggal di Jl. Peneleh, Gang Pandean IV Nomor 40, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Surabaya.
Mengutip dari laman resmi Pemerintah Surabaya, tempat ini berada di kampung dengan gang kecil yang berada di pusat kota Surabaya. Rumah masa kecil Sukarno ini sangat sederhana, yang kini kusen pintu serta jendela dicat berwarna hijau.
Ventilasi udara pada bagian dinding rumah dengan gaya lama masih terlihat, bahkan bagian bawah dindingnya juga diplester keramik cokelat. Keluarga Sukarno menetap di Surabaya setelah sang ayah, Raden Soekemi Sosrodihardjo, dipindahtugaskan dari Singaraja, Bali, sebagai guru di Sekolah Rakyat Sulung Surabaya pada 1900.
Soekemi datang ke Surabaya bersama istrinya, Ida Ayu Nyoman Rai Srimben, yang tengah mengandung Soekarno dan melahirkan pada 1 Juni 1901. Kini, rumah tersebut sudah menjadi museum yang bisa dikunjungi masyarakat luas.
Rumah pensiun untuk Presiden Jokowi mulai dibangun di Jalan Adi Sucipto, Desa Blulukan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Jokowi menyusul sejumlah presiden yang lebih dulu mendapatkan jatah rumah pensiun.
Pemberian rumah oleh negara kepada presiden dan wakil presiden diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 1978.
Rumah diberikan satu kali meskipun presiden atau wakil presiden menjabat lebih dari satu periode.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumah Mantan Presiden
Sejumlah mantan presiden menerima rumah pemberian negara. Termasuk Presiden Joko Widodo yang masa jabatannya berakhir 2024 mendatang.
Negara telah menyiapkan tanah untuk pembangunan rumah yang dihadiahkan kepada Jokowi setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden. Berbeda dengan mantan presiden yang diberikan rumah di Jakarta, Jokowi dihadiahi rumah di Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri memiliki rumah pemberian negara yang saat ini sering ia gunakan. Rumah itu terletak di Jalan Teuku Umar Nomor 27 dan 29, Menteng, Jakarta Pusat. Di rumah ini, Megawati kerap bertemu menerima tamu politik.
Rumah tersebut merupakan rumah dinas yang dipakai Megawati ketika masih menjabat sebagai presiden. Rumah itu diberikan negara kepada Megawati ketika zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sementara itu, Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono menerima rumah pemberian negara terletak di Jalan Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Selatan. Rumah yang terletak di daerah elite Jakarta ini memiliki luas sekitar 1.500 meter persegi.
Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur juga dihadiahkan negara sebuah rumah. Rumah yang disiapkan untuk Gus Dur berlokasi di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
Namun, Gus Dur menolak rumah pemberian negara yang dikeluarkan di era Megawati itu. Pendiri PKB ini menolak memiliki rumah mewah. Gus Dur memilih menerima uang mentah untuk pengadaan rumah mantan presiden dari negara senilai Rp20 miliar. Uang tersebut digunakan untuk membangun pesantren dan lembaga kajian keislaman.
Liputan6.com, Jakarta - Indonesia sudah beberapa kali berganti kepemimpinan sejak era kemerdekaan, mulai dari Presiden RI yang pertama Sukarno hingga Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Masing-masing punya persona dan preferensi berbeda tentang hunian yang ditinggali.
Karena itu, menapaktilasi rumah mantan orang-orang nomor satu di Indonesia ini seperti pergi melintasi zaman. Berikut detail rumah para mantan Presiden RI yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber pada Senin (5/6/2023).
Jokowi pilih Colomadu
Rencana Jokowi memilih rumah di Colomadu sudah terungkap ke publik sejak akhir 2022. Camat Colomadu Sriyono Budi Santoso menyebut rumah pensiun Jokowi akan berluas 2 ribu hingga 3 ribu meter persegi.
Rumah itu disebut berada di lokasi strategis. Bakal dekat dengan dengan Bandara Adi Soemarmo dan tol Semarang maupun ke Yogyakarta.
Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Setya Utama mengatakan lokasi di Colomadu adalah pilihan Jokowi. Dia tidak tahu alasan Jokowi memilih lokasi itu.
Ia hanya memastikan rumah disiapkan sesuai perundang-undangan. Rumah itu pun bisa langsung ditempati jika sudah selesai dibangun.
"Rumah bisa langsung ditempati dan menjadi hak milik, bisa diwariskan ke ahli waris beliau," ucap Satya melalui pesan singkat, Kamis (27/6).
Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri memilih rumah pensiun di Jakarta Pusat. Rumah itu beralamat di Jalan Teuku Umar Nomor 27 dan 27A, Menteng, Jakarta Pusat.
Sudah dipakai Mega sejak menjabat presiden. Dia melanjutkan tinggal di rumah itu setelah pensiun dari presiden.
Rumah Teuku Umar dikenal publik sebagai lokasi sejumlah peristiwa politik. Biasanya, politisi yang hendak bertemu Mega berkunjung ke rumah itu. Jokowi juga beberapa kali mampir ke rumah itu dalam sejumlah kesempatan.
Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memilih lokasi Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Rumah pensiun SBY beralamat di Jalan Mega Kuningan Timur VII Nomor 26, Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Berada persis di belakang Kedutaan Besar Qatar untuk Indonesia. Rumah itu sepi karena tidak ditinggali setiap hari oleh SBY.
SBY lebih sering berada di rumahnya di Cikeas, Bogor. Rumah SBY di Cikeas dikelilingi rumah anak-anak dan keluarganya.
Dyah Permata Megawati Soekarnoputri atau yang kerap disapa Megawati adalah Presiden Republik Indonesia yang ke-5. Beliau adalah presiden wanita pertama di Indonesia. Megawati lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947 dari pasangan Soekarno dan Fatmawati. Megawati adalah anak kedua dari presiden pertama Indonesia. Mega bisa dibilang sebagai titisan bapaknya. Menindak lanjuti perjuangan bapaknya, saat aktif di GMNI, dia terjun ke partai politik. Pada usia 39 tahun ia menjadi pengurus PDI Jakarta Pusat pada tahun 1986. Setahun kemudian, dia menjadi anggota DPR RI 1987-1992. Karier politiknya semakin kuat setelah setahun kemudian dalam kongres PDI, 22 Desember 1993, dia terpilih menjadi Ketua Umum PDI 1993-1998.
Pada masa pemerintahan Megawati terdapat pembentukan 2 lembaga pemerintah yang sangat penting yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK didirikan pada tahun 2002 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Pendirian KPK ini didasari karena Megawati melihat banyak institusi saat itu terlalu kotor, sehingga dibentuklah KPK. Jauh sebelumnya, ide awal pembentukan KPK sudah muncul di era Presiden BJ Habibie yang mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN. Habibie kemudian mengawalinya dengan membentuk berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman. Agar lebih serius lagi dalam penanganan pemberantasan korupsi, presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Badan ini dibentuk dengan Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman dan dipimpin Hakim Agung Andi Andojo.
KPK merupakan lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. KPK mempunyai empat tugas penting yakni, koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Sementara dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait.
Penulis: Dzulfiqar Isham
Setelah memasuki era Reformasi, untuk pertama kalinya Pemerintah Republik Indonesia menyelenggarakan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada tahun 2004. Pilpres 2004 diselenggarakan untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden periode 2004 sampai 2009. Pemilu Presiden pertama berlandaskan pada UU no 23 Tahun 2003 tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Sebagai penyelenggara pemilu, dibentuk Lembaga independent dan mandiri Bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sementara presiden menjadi penanggung jawab pelaksanaan pemilu. Untuk mencegah tertundanya pelaksanaan pemilu, Presiden Megawati Soekarnoputri mengusulkan pembentukan KPU di daerah-daerah. Lembaga ini dinamai Perwakilan Sekretariat KPU dan didirikan di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota. Tugas Lembaga tersebut adalah mempersiapkan administrasi pelaksanaan pemilu sembari menunggu pembahasan empat undang-undang, yakni UU Partai Politik, UU Pemilu, UU Susunan dan Kedudukan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Pada masa kampanye Pilpres 2004, Megawati Soekarnoputri memainkan peran yang penting dalam upaya untuk mempertahankan posisi presiden. Sebagai petahana, Megawati menggunakan pengalaman dan popularitasnya untuk memperkuat kampanyenya dan memperjuangkan visi dan program-programnya kepada masyarakat. Megawati yang merupakan putri dari Presiden pertama Indonesia, Soekarno, saat itu memperebutkan kursi presiden dengan calon lainnya, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono. Pada saat itu Megawati berpasangan dengan Hasyim Muzadi.
Pertarungan dalam Pilpres 2004 ini sangat ketat dan menarik perhatian publik. Megawati yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden, menghadapi kritik atas kebijakan-kebijakannya selama memimpin negara. Namun, di sisi lain, ia juga mendapatkan dukungan dari sebagian besar partai politik dan pendukungnya. Selama kampanye, Megawati didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), partai politik yang ia pimpin. Partai ini memberikan dukungan yang kuat dalam upaya memenangkan kembali posisi presiden bagi Megawati. Kemudian di tengah sorotan publik yang mengkritik kebijakan-kebijakannya selama memimpin negara, Megawati juga menyoroti prestasi dan pencapaian yang telah diraih selama kepemimpinannya. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya stabilitas politik dan keutuhan bangsa Indonesia di tengah tantangan dan persaingan politik yang semakin ketat. Selama proses dan hasil Pilpres 2004, Megawati Soekarnoputri tetap dihormati sebagai tokoh politik yang berpengaruh dan memiliki peran penting dalam dinamika politik Indonesia.
Pemilihan presiden tahun 2004 selanjutnya diselenggarakan dalam dua putaran. Putaran pertama diikuti oleh lima pasangan calon presiden dan wakil presiden. Total pemilih terdaftar yaitu sebanyak 153.320.544 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 122.293.844 orang atau 79,76 persen menggunakan hak pilihnya. Sementara lebih dari 20 persen lainnya memilih golongan putih atau golput.
Dari total jumlah suara, sebanyak 97,84 persen atau 119.656.868 suara dinyatakan sah. Pasangan nomor urut 1, Wiranto dan Salahuddin Wahid mendapatkan suara sebanyak 26.286.788 atau 22,15 persen. Pasangan nomor urut 2, Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi dengan suara 31.569.104 atau 26,61 persen. Sedangkan pasangan nomor urut 3, Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo mendapatkan suara 17.392.931 atau 14,66 persen. Pasangan nomor urut 4, Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla dengan suara sebanyak 39.838.184 atau 33,57 persen. Sementara pasangan nomor urut 5, Hamzah Haz dan Agum Gumelar mendapatkan suara sebanyak 3.569.861 atau 3,01 persen.
Putara kedua pemilihan presiden 2004 diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004 dengan mempertemukan pasangan Megawati-Hasyim Muzadi dan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Dari total jumlah suara, sebanyak 114.257.054 suara atau 97,94 persen dinyatakan sah. Rincia pasangan Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi memperoleh dukungan sebanyak 44.990.704 suara atau 39,38 persen. Sedangkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla mendapatkan suara sebanyak 69.266.350 atau 60,62 persen. Berdasarkan hasil perolehan suara tersebut, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla akhirnya keluar sebagai pemenang.
Meskipun tidak berhasil mempertahankan jabatan presiden, Megawati tetap aktif dalam politik Indonesia, memperjuangkan kepentingan rakyat, dan menjadi sosok yang dihormati dalam berbagai forum politik dan sosial di tanah air. Pilpres 2004 menunjukkan bahwa meskipun Megawati kalah dalam pertarungan politik, namun ia tetap merupakan tokoh yang berpengaruh dan memiliki basis dukungan yang kuat di Indonesia. Megawati tetap aktif dalam politik Indonesia dan memegang peran penting dalam partainya, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dengan pengalaman yang dimilikinya, Megawati terus berjuang untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan memperjuangkan demokrasi di Indonesia. Sebagai salah satu figur politik wanita terkemuka di Indonesia, Megawati Soekarnoputri terus memberikan kontribusi yang berarti dalam membangun negara dan memperjuangkan keadilan bagi rakyat Indonesia.
Meskipun pada akhirnya Megawati kalah dalam Pilpres 2004 dan harus menyerahkan kekuasaan kepada Susilo Bambang Yudhoyono, namun ia tetap memberikan pernyataan yang bijak dan bersikap sebagai pemimpin yang menerima hasil dengan lapang dada dan tetap memberikan dukungan untuk kelancaran pemerintahan yang baru. Sikap ini dinilai menunjukkan kedewasaan politik dan sikap yang menghormati demokrasi.
Pour, Julis, dkk. 2014. Presiden Republik Indonesia 1945-2014. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
https://kesbangpol.kulonprogokab.go.id/detil/930/melihat-kembali-pemilihan-umum-presiden-pilpres-pertama-di-indonesia
https://news.detik.com/berita/d-4514180/singgung-pilpres-2004-2009-megawati-waktu-kalah-saya-nggak-ribut
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/04/06050031/pilpres-2004–pertama-dalam-sejarah-pemilihan-presiden-digelar-langsung-?page=all
Penulis: Ezano Fernando Triantaka
JAKARTA – Pemerintah menyiapkan anggaran khusus untuk menyediakan rumah bagi mantan presiden dan wakil presiden. Hal ini disiapkan sebagai bentuk penghargaan kepada para pemimpin negara.
Bedasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978 Pasal 8 yang diberikan kepada mantan presiden dan wakil presiden yang berhenti dengan hormat dari jabatannya, masing- masing telah diberikan sebuah rumah kediaman yang sangat layak dengan perlengkapannya.
Penyediaan, Standar Kelayakan, dan Perhitungan Nilai Rumah Kediaman bagi Mantan Presiden, dan Mantan Wakil Presiden.
Menurut Keppres 81 Tahun 2004 Nilai penyediaan rumah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 1, setinggi tingginya Rp 20 miliar.
Mengacu pada undang-undang ini, pemberian rumah merupakan bentuk penghargaan atas jasa dan pengabdian mantan presiden dan wakilnya kepada bangsa dan negara selama bertugas.
Pada tahun 2006 . Soeharto telah menerima uang sebesar Rp20 miliar. Sedangkan di 2003, Megawati Soekarno Putri menerima uang sebesar Rp20 miliar dan ditambahkan dengan dana pribadi untuk pembelian rumah negara yang diserahkan ke Jalan Teuku Umar.
Pada tahun 2007 B.J Habibie dan K. H. Abdurrahman Wahid telah menerima dalam bentuk tanah. Dalam tahun 2014 Susilo Bambang Yudhoyono telah menerima dalam bentuk tanah seluas 1.596 m2 di komplek Mega Kuningan, Jakarta.
Peraturan ini menyebutkan, penyediaan rumah kediaman bagi mantan presiden dan wakil presiden dapat dilakukan melalui beberapa mekanisme, yakni:
1. Nilai pegadaan rumah setinggi tingginya Rp20 miliar.
2.Dihitung berdasarkan nilai rumah pada saat Presiden dan Wakil Presiden RI berhenti dari jabatannya.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya
3. Segala pajak yang terkait dengan pengadaan rumah ditanggung oleh negara.
Rumah kediaman yang layak diberikan kepada mantan presiden dan/atau mantan wakil presiden yang berhenti dengan hormat dari jabatannya. Rumah tersebut harus tersedia sebelum presiden dan/atau wakil presiden berhenti dari jabatannya.
Berdasarkan Perpres ini, mantan presiden dan wakil presiden hanya berhak mendapatkan rumah sekali, termasuk bagi mantan presiden dan/atau wakil presiden yang menjalani masa jabatan lebih dari satu periode dan mantan wakil presiden yang menjadi presiden.
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Merdeka.com - Presiden dan wakil presiden akan mendapatkan rumah pemberian negara setelah tidak lagi menjabat. Presiden Joko Widodo akan mendapat rumah di Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Hadiah rumah kepada mantan presiden dan wakil presiden merupakan amanah undang-undang. Yaitu, pada pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978 Tentang Hak Keuangan/Administratif Presiden dan Wakil Presiden Serta mantan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
"Kepada bekas Presiden dan bekas Wakil Presiden yang berhenti dengan hormat dari jabatannya, masing-masing diberikan sebuah rumah kediaman yang layak dengan perlengkapannya," bunyi pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978. Mantan presiden dan wakil presiden juga mendapatkan kendaraan milik negara beserta pengemudinya.
Rumah hadiah negara itu adalah sebagai bentuk penghormatan kepada mantan presiden dan wakil presiden atas jasa dan pengabdiannya kepada negara.
"Sebagai penghargaan atas jasa dan pengabdiannya terhadap Bangsa dan Negara Republik Indonesia selama menjalankan tugas jabatannya, maka kepada bekas Presiden dan bekas Wakil Presiden diberikan sebuah rumah kediaman yang layak beserta perlengkapannya. Perlengkapan rumah tersebut hanya diberikan satu kali, yaitu bersamaan dengan rumah. Pemeliharaan rumah tersebut selanjutnya menjadi tanggung-jawab bekas Presiden atau bekas Wakil Presiden yang bersangkutan," bunyi penjelasan pasal 8 huruf a.
Undang-Undang ini juga memiliki aturan turunan terkait pengadaan rumah untuk mantan presiden dan wakil presiden. Yaitu Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2014 ditandatangani Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Perpres tersebut mengatur pengadaan dan standar rumah mantan presiden dan wakil presiden. Beberapa hal di atur yaitu, rumah pemberian negara hanya diberikan sebanyak satu kali termasuk kepada presiden atau wakil presiden yang menjabat lebih dari satu periode.
Pasal 2 Perpres ini mengatur kriteria pengadaan rumah mantan presiden dan wakil presiden. Di antaranya, memiliki bentuk, keluasan, dimensi, desain, dan tata letak ruang yang dapat mendukung keperluan dan aktivitas Mantan Presiden atau Mantan Wakil Presiden beserta keluarga, tidak menyulitkan dalam penanganan keamanan dan keselamatan Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden beserta keluarga.
Pasal 4 Perpres ini mengatur anggaran pengadaan rumah. Anggaran berasal dari APBN bagian Anggaran Kementerian Sekretariat Negara paling lambat satu tahun anggaran sebelum presiden atau wakil presiden berhenti dari jabatan. Perhitungan anggaran itu berdasarkan penghitungan pengadaan tanah dengan mengalikan luas tanah dan nilai tanah. Serta perhitungan pengadaan bangunan yang dilakukan dengan mengalikan luas bangunan dengan harga per meter persegi pembangunan rumah dengan kualitas baik.